Chord Gitar

Sabtu, 30 November 2013

Memahami Rukun Islam Tentang Keluarga

Memahami Rukun Islam Tentang Keluarga

A. Ketentuan Hukum Islam tentang Pernikahan
       1. Pengertian Nikah
       Menurut bahasa nikah berarti menghimpun, mengumpulkan. Sedangkan menurut istilah, nikah adalah suatu ikatan lahir dan batin antara seorang laki-laki dengan perempuan yang bukan muhrim sebagai suami istri dengan tujuan untuk membina suatu rumah tangga yang bahagia berdasarkan tuntunan Allah SWT.
       Menurut undang-undang no.1 tahun 1974 tentang perkawinan. Perkawinan yaitu ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia, kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
       Perintah untuk melaksankan nikah terdapat dalam Al Qur’an surat Ar Rum (30) ayat 21 sebagai berikut :
ô`ÏBur ÿ¾ÏmÏG»tƒ#uä ÷br& t,n=y{ /ä3s9 ô`ÏiB öNä3Å¡àÿRr& %[`ºurør& (#þqãZä3ó¡tFÏj9 $ygøŠs9Î) Ÿ@yèy_ur Nà6uZ÷t/ Zo¨Šuq¨B ºpyJômuur 4 ¨bÎ) Îû y7Ï9ºsŒ ;M»tƒUy 5Qöqs)Ïj9 tbr㍩3xÿtGtƒ ÇËÊÈ
Artinya : “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”.(Q.S. Ar Rum (30) : 21 ).
       Dan juga hadits Nabi SAW yang artinya : “Wahai para pemuda, barang siapa di antara kamu telah sanggup menikah, maka hendaklah dia menikah. Karena sesungguhnya pernikahan itu dapat menundukkan pandangan mata dan lebih dapat menjaga kemaluan. Dan barang siapa yang tidak mampu, hendaklah dia berpuasa, karena puasa itu penjaga baginya”. ( H.R. Bukhori dan Muslim )

       2. Hukum Nikah 
       Pada dasarnya hukum nikah adalah mubah. Jika dilihat dari situasi dan kondisi dan niat seseorang yang akan menikah, maka hukum nikah dapat dibedakan sebagai berikut :
          a. Wajib
          Yaitu bagi seseorang yang sudah mampu dan sudah memenuhi syarat, serta khawatir akan terjerumus melakukan perbuatan dosa besar jika tidak segera menikah.
          b. Sunnah
          Yaitu bagi seseorang yang sudah mampu untuk berumah tangga, mempunyai keinginan (niat) nikah dan apabila tidak melaksankan nikah masih mampu menahan dirinya dari perbuatan dosa besar (zina). Jumhur ulama’ sepakat bahwa hukum asal pernikahan adalah sunnah. Mereka berdasarkan pada firman Allah Q.S An Nur 24(32).
(#qßsÅ3Rr&ur 4yJ»tƒF{$# óOä3ZÏB tûüÅsÎ=»¢Á9$#ur ô`ÏB ö/ä.ÏŠ$t6Ïã öNà6ͬ!$tBÎ)ur 4 bÎ) (#qçRqä3tƒ uä!#ts)èù ãNÎgÏYøóムª!$# `ÏB ¾Ï&Î#ôÒsù 3 ª!$#ur ììźur ÒOŠÎ=tæ ÇÌËÈ  
Artinya : Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha mengetahui.
          c. Mubah
          Bagi seseorang yang telah mempunyai keinginan menikah, tetapi belum mampu mendirikan rumah tangga atau belum mempunyai keinginan menikah, tetapi sudah mampu mendirikan rumah tangga.
          d. Makruh
          Bagi seseorang yang belum mampu atau belum mempunyai bekal medirikan rumah tangga.
          e. Haram
          Bagi seeorang yang bermaksud tidak akan menjalankan kewajibannya sebagai suami atau istri yang baik.

       3. Rukun Nikah
          a. Adanya calon suami
       Syarat-syarat calon suami adalah :
          1. Beragama Islam
          2. Laki-laki
          3. Tidak karena terpaksa
          4. Bukan muhrim dengan calon istri
          5. Tidak sedang ihrom haji atau umroh
          b. Adanya calon istri
       Syarat-syarat colon istri adalah :
          1. Beragama Islam
          2. Perempuan sejati
          3. Bukan muhrim dengan calon suami
          4. Tidang sedang bersuami atau sedang menjalani masa iddah
          5. Tidak sedang ihrom haji atau umroh

          c. Adanya Wali
       Syarat-syarat untuk menjadi wali adalah :
1. Beragama Islam
2. Laki-laki
3. Sudah balig atau dewasa
4. Berakal sehat
5. Tidak sedang haji atau umroh
6. Tidak sedang dicabut hak perwaliannnya 
7. Tidak dipaksa dan tidak fasiq

          Adapun orang-orang yang berhak menjadi wali dalam pernikahan secara berurutan sebagai berikut :
1. Ayah kandung 
2. Kakek dari pihak ayah
3. Saudara laki-laki sekandung 
4. Saudara laki-laki seayah
5. Anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung
6. anka laki-laki saudara laki-laki seayah
7. Paman dari pihak ayah
8. Anak laki-laki paman dari pihak ayah
9. Hakim. Yaitu jika wali dari nomer 1 – 8 tidak ada semua atau ada tetapi berhalangan hadir atau ada tetapi menyerahkan kepada hakim.

          d. Adanya dua orang saksi
       Syarat-syarat menjadi saksi dalam pernikahan adalah :
1. Beragama Islam
2. Laki-laki
3. Minimal dua orang
4. Berakal sehat
5. Merdeka
6. Dapat mendengar, melihat dan berbicara
7. Orang yang adil

          e. Adanya ijab dan kabul
Syart-syarat ijab dan kabul adalah :
1. Dengan kata-kata tertentu dan tegas, yaitu kata nikah, tajwij atau terjemahnya
2. Diucapkan oleh wali atau yang mewakili dan dijawab oleh mempelai laki-laki
3. Antara kata ijab dan kabul harus langsung (muwalah) tidak ada batas waktu.
4. Tidak dengan kata sindiran atau tulisan yang tidak dapat terbaca.
5. Lafal ijab dan kabul harus dapat didengar, baik oleh yang bersangkutan, wali maupun saksi.
6. Lafal ijab dan kabul harus sesuai.

4 .Pengertian Dan Hukum Khitbah
       Yang di maksud khitbah atau meminang adalah pernyataan atau ajakan untuk menikah dari pihak laki-laki terhadap pihak perempuan.
       Sedangkan hukum meminang adalah boleh ( Mubah ) dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut :
       1. Perempuan yang di pinang harus memenuhi syarat sebagai berikut :
a.       Tidak terakat oleh akad pernikahan.
b.      Tidak berada dalam masa iddah talak raj’i
c.       Bukan pinangan laki-laki lain.
       2. Cara mengajukan pinangan
a.       Pinangan kepada gadis atau janda yang sudah habis masa iddahnya boleh di nyatakan secara terang-terangan.
b.      Pinangan janda yang yang masih dalam talak bain atau iddah di tinggsl wafat suaminya, tidak boleh di nyatakan secara terang-terangan. Pinangan terhadap mereka hanya boleh dilakukan secara sendiri saja.

       5. Melihaat Wanita Yang Akan Di Nikahi
Melihat wanita yang akan di nikahi, di anjurkan bahkan di sunnahkan agama. Melihat calon istri untuk mengetahui penampilan Dan kecantikannya, di pandang perlu untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang bahagia sekaligus menghindari penyesalan setelah menikah.
       6. Prinsip Kafa’ah Dalam Pernikahan
Menurut bahasa kafa’ah adalah serupa, seimbang, atau serasi, menurut istilah adalah keseimbangan Dan keserasian antara calon istri Dan suami , baik dalam kedudukan, status sosial, akhlak maupun kekayaannya, sehingga masing-masing calon tidak merasa berat untuk melangsungkan perkawinan.
       7. Pengertian Mahram Nikah Dan Pembagiannya
Yang di maksud mahram adalah perempuan-perempuan yang  haram atau tidak boleh dinikahi, baik di sebabkan oleh factor keturunan, persusuan maupun perkawinan.
a. Factor perkawinan
-          Ibu
-          Ibu dari ibu ( nenek )Dan seterusnya ke atas
-          Anak, cucu, Dan seterusnya ke bawah.
-          Saudara perempuan kandung, saudara perempuan seayah, Dan saudara seibu.
-          Saudara perempuan ayah.
-          Saudara perempuan ibu.
-          Anak perempuan dari saudara laki-laki Dan seterusnya ke bawah.
-          Anak perempuan dari saudara perempuan Dan seterusnya kebawah.
b. Factor persusuan
-          Ibu yang menyusui
-          Saudara perempuan sepersusuan
c. Factor perkawinan
-          Ibu Dan istri ( mertua )
-          Anak tiri jika ibunya sudah di gauli
-          Istri dari anak ( menantu )
-          Istri bapak ( Ibu Tiri )

B. Talak ( Perceraian )
       Menurut bahasa berarti melepas ikatan, meninggalkan dan memisahkan. Sedangkan menurut istilah, talak adalah putusnya tali pernikahan yang telah dijalin suami istri. Dalam agama Islam talak merupakan jalan terakhir, apabila pernikahan sudah tidak mungkin lagi dapat dipertahankan sedangkan jalan damai sudah tidak ditemukan lagi. Sabda Rosul SAW yang artinya : “Sesuatu yang halal yang amat dibenci Allah ialah talak” (H.R. Abu Dawud dan Ibnu Majah )      
       1. Macam-macam talak :
       a. Talak Roj’i ; yaitu talak yang dijatuhkan suami terhadap istrinya kurang dari tiga kali. Pada talak ini seorang suami masih diperbolehkan rujuk kembali tidak melalui akad nikah dan mahar baru selama masih dalam masa iddah.
       b. Talak Ba’in ; yaitu tolak yang dijatuhkan suami terhadap istrinya tiga kali atau lebih. Pada talak ini suami tidak boleh rujuk kembali kecuali adanya muhallil.

       2. Hal-hal Yang Menyebabkan Rusaknya Ikatan Pernikahan.
       1). Ila’ 
        Yaitu sumpah seorang suami yang menyatakan bahwa dia tidak akan menggauli istrinya selama empat bulan atau lebih. Akibat dari ila’ adalah suami tidak boleh menggauli istrinya, kecuali setelah membayar kafarat. Adapun kafarot ila’ adalah; memerdekakan budak, jika tidak mampu memberi makan kepada fakir miskin, jika tidak mampu berpuasa tiga hari.
       2). Li’an
       Tuduhan seorang suami dengan disertai bersumpah atas nama Allah, bahwa istrinya telah berbuat zina, sumpah tersebut diucapkan sekurang-kurangnya empat kali, kemudian pihak istri membela dengan mengangkat sumpah bahwa dirinya tidak pernah melakukan seperti yang dituduhkan suaminya. Menurut jumhurul ulama’ akibat li’an suami tidak boleh rujuk atau menikah kembali terhadap mantan istrinya untuk selama-lamanya.
       3). Khulu’
       Gugatan seorang istri untuk minta diceraikan oleh suaminya, dengan cara pihak istri memberikan tebusan (iwadh) kepada suaminya. Akibat dari khuluk adalah menjadi tolak ba’in jika seluruh ganti rugi/ganti rugi terpenuhi, dan jika ganti rugi tidak terpenuhi maka menjadi tolak biasa.
       4). Fasakh
       Yaitu batalnya akad atau lepasnya ikatan pernikahan antar suami istri yang disebabkan karena adanya cacat atau kerusakan pada akad itu sendiri, atau disebabkan hal-hal yang datang kemudian yang menyebabkan akad tidak dapat dilanjutkan.
         Fasakh yang disebabkan karena cacat hukum antara lain :
       a. Setelah akad dilakukan, dikemudian hari diketahui pasangan suami istri ditemukan adanya cacat hukum misalnya suami istri ternyata masih muhrimnya.
       b. Anak yang belum balig dinikahkan oleh walinya, yang bukan ayah kandungnya atau kakeknya. Kemudian setelah dewasa, anak tersebut memilih tidak melanjutkan pernikahannya.

        Sedangkan fasakh yang disebabakan sesuatu yang datang kemudian, sehingga akad tidak bisa dilanjutkan antara lain :
       a. Apabila setelah pernikahan suami atau istri menyatakan keluar dari agama Islam (murtad).
       b. Salah satu suami atau istri masih musyrik, karena laki-laki muslim tidak boleh menikah dengan wanita musyrik dan sebaliknya. 

C. Rujuk
       Rujuk adalah kembalinya suami istri pada ikatan pernikahan setelah terjadi talak roj’i dan masih dalam masa iddah. Rujuk itu tidak memerlukan akad nikah lagi, cukup suami menyatakan niatnya untuk kembali kepada istrinya yang telah diceraikan.
       Pada dasarnya hukum rujuk adalah jaiz (boleh). Tetapi jika dilihat dari kondisi dan niat seseorang maka hukum rujuk dibedakan sebagai berikut :
a. Sunah, Jika suami bermaksud memperbaiki keluarganya dan rujuk dipandang lebih menguntungkan kedua belah pihak.
b. Wajib, bagi suami yang menceraikan istrinya sebelum dia menyempurnakan pembagian waktunya terhadap istri yang ditalaknya.
c. Makruh, apabila perceraian itu dianggap lebih baik dan bermanfaat bagi keduanya.
d. Haram, Jika suami memiliki maksud menyakiti istrinya setelah ia rujuk.

D. Hikmah Pernikahan
a. Untuk memenuhi kebutuhan biologis manusia dengan cara yang suci dan halal
b. Untuk memelihara kesucian dan kehormatan dari perbuatan zina 
c. Untuk membentuk rumah tangga yang Islami yang sejahtera lahir dan batin
d. Untuk mendidik anak-anak menjadi mulia, melestarikan hidup manusia, dan memelihara nasab. 
e. mengikuti sunnah Rasul dan untuk meningkatkan ibadah kepada Allah SWT
f. Untuk mencari keturunan yang soleh dan berakhlak mulia.
g. Mendidik dan memberi motivasi kepada seseorang agar memiliki rasa tanggung jawab, dalam memelihara dan mendidik anak-anaknya.
h. Memberi rasa tanggung jawab terhadap suami istri yang selama ini dipikul oleh masing-masing pihak.
i. Menyatukan keluarga masing-masing pihak, sehingga hubungan silaturahmi semakin kuat dan terbentuk keluarga baru yang lebih banyak.


E. Ketentuan Perkawinan Di Indonesia
       1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
       Beberapa hal yang diatur dalam undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan antara lain :
          a. Pencatatan Perkawinan
Pasal 2
(1) Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-msing agamanya dan kepercayaannya itu.
(2) Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan undang-undang yang berlaku.
          b. Larangan Perkawinan
Pasal 8
Perkawinan dilarang antara dua orang yang :
1) Berhubungan darah dalam garis keturunan lurus kebawah ataupun keatas.
2) Berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping yaitu antara saudara, antara seorang dengan saudara orang tua dan antara seorang dengan saudara neneknya.
3) Berhubungan simenda, yaitu mertua, anak tiri, menantu, dan ibu/bapak tiri.
4) Berubungan susuan, yaitu orang tua susuan, anak susuan, saudara susuan, dan bibi/paman susuan. 
5) Berubungan saudara dengan istri atau sebagai bibi atau kemenakan dari istri, dalam hal seorang suami beristri lebih dari seorang.
6) Mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku, dilarang kawin.
       c. Batalnya Perkawinan
Pasal 22
Perkawinan dapat dibatalkan apabila para pihak tidak memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan.
Pasal 23
Yang dapat mengajukan pembatalan perkawinan yaitu ;
1) Para keluaraga dalam garis keturunan lurus keatas dari suami atau istri 
2) Suami atau istri 
3) Pejabat yang berwenang hanya selama perkawinan belum diputuskan.
4) Pejabat yang ditunjuk tersebut ayat (2) pasal 16 undang-undang ini dan setiap orang yang mempunyai kepentingan hukum secara langsung terhadap perkawinan tersebut, tetap hanya setelah perkawinan itu putus.
       d. Putusnya Perkawinan
Pasal : 38
Perkawinan dapat putus karena :
a. Kematian
b. Perceraian, dan
c. Atas keputusan pengadilan.

       2. Menurut Kompilasi Hukum Islam 
       Kompilasi hukum islam yang mengatur tentang perkawinan ada tiga buku. Buku I tentang hukum perkawinan, buku II tentang hukum kewarisan dan buku III mengatur tentang hukum perwakafan.
Secara garis besar isi KHI buku I sebagai berikut :
a. Tujuan perkawinan pasal 3 bab II, yaitu bahwa perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah. 
b. Pencatatatan perkawinan pasal 5 : (1) dan (2), pasal 6 : (1), (2).
c. Batalnya perkawinan pasal 70 : (a), (b), (c), (d) dan (e), pasal 72 : (a), (b), dan (c).
d. Putusnya perkawinan; pasal 113 : (a), (b), dan (c), pasal 114 , dan pasal 115.
e. Alasan perceraian ; pasal 116.

F. Kesimpulan
       Menurut bahasa nikah berarti menghimpun, mengumpulkan. Sedangkan menurut istilah, nikah adalah suatu ikatan lahir dan batin antara seorang laki-laki dengan perempuan yang bukan muhrim sebagai suami istri dengan tujuan untuk membina suatu rumah tangga yang bahagia berdasarkan tuntunan Allah SWT.
Rukun Nikah:
          1. Beragama Islam
          2. Tidak karena terpaksa
          3. Bukan muhrim dengan calon Suami Atau Istri
          4. Untuk Istri tidak dalam masa idah dan masih bersuami
          5. Tidak sedang ihrom haji atau umroh















DAFTAR PUSTAKA


Djedjen Zainuddin, Mundzier Suparta, pendidikan agama islam ( Fiqih ), Semarang : PT Karya Toha Putra, 2010.
Karim, Sholih Zuhri, Fiqih Kurikulum berbasis kompetensi (KBK),  Surabaya : Milik kanwil Departemen Agama profinsi Jawa Timur, 2005.
Al-Ustadz Al-Khafif, Dalam Kitabnya Yang Berjudul  FiraqAl Zaqaj

Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab, Jakarta : Lentera, 2010.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar