A. Kedatangan
dan Penyebaran Islam di Indonesia
Pada abad ke-1 hingga ke-7 M,
pelabuhan-pelabuhan penting di Sumatra dan Jawa sering disinggahi pedagang
asing, seperti Pelabuhan Lamuri (Aceh), Barus dan Palembang di Sumatra serta
Pelabuhan Sunda Kelapa dan Gresik di Jawa.
Cikal bakal keberadaan Islam di
Nusantara telah dirintis pada periode abad ke-1 hingga ke-5 H atau abad ke-7
hingga ke-8 M. Pada periode ini, para pedagang dan mubalig membentuk
komunitas Islam. Para mubalig memperkenalkan dan mengajarkan Islam kepada
penduduk setempat tentang Islam. Ajaran-ajaran Islam tersebut antara lain
sebagai berikut :
1. Islam
mengajarkan toleransi terhadap sesama manusia, saling menghormati dan tolong
menolong.
2. Islam
mengajarkan bahwa dihadapan Allah, derajat semua manusia sama, kecuali
takwanya.
3. Islam
mengajarkan bahwa Allah adalah Tuhan Yang Maha Esa, Maha Pengasih dan
Penyayang, dan mengharamkan manusia saling berselisih, bermusuhan, merusak,
dan saling mendengki.
4. Islam
mengajarkan agar manusia menyembah hanya kepada Allah dan tidak
menyekutukannya serta senantiasa setiap saat berbuat baik terhadap sesama
manusia tanpa pilih kasih.
Ajaran Islam ini sangat menarik
perhatian penduduk Indonesia. Dengan demikian, dakwah dan pengaruh Islam
makin meluas, baik di kalangan masyarakat biasa, maupun bangsawan atau
penguasa.
Proses Islamisasi diperkirakan
sudah berlangsung sejak persentuhan itu terjadi. Di Aceh, kerajaan Islam
Samudra Pasai berdiri pada pertengahan abad ke-13 M sehingga perkembangan
masyarakat muslim di Malaka semakin pesat. Ibnu Batutah menceritakan, Sultan
Kerajaan Samudra Pasai, Sultan Al Malik Az Zahir dikelilingi oleh ulama dan
mubalig Islam.
Sementara itu di Jawa proses
penyebaran Islam sudah berlangsung sejak abad ke-11 M dengan ditemukannya
makam Fatimah binti Maimun di Leran Gresik yang bertahun 475 H/1082 M.
Pengaruh Islam yang masuk ke
Indonesia bagian timur, terutama Maluku, tidak dapat dipisahkan dari jalur
perdagangan yang terbentang sepanjang pusat lalu lintas pelayaran
internasional di Malaka, Jawa, dan Maluku.
Menurut Tome Pires,
masyarakat yang masuk Islam di Maluku dimulai kira-kira tahun 1460-1465 M.
Mereka datang dan menyebarkan pembelajaran Islam melalui perdagangan, dakwah,
dan perkawinan.
Sulawesi, terutama bagian selatan,
sejak abad 15 M sudah didatangi oleh pedagang-pedagang muslim yang kemungkinan
berasal dari Malaka, Jawa, dan Sumatra. Pada abad ke-16 di daerah Goa sebuah
kerajaan terkenal di daerah itu telah terdapat masyarakat muslim.
B.
Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan
Kebudayaan
1. Ilmu-ilmu Keagamaan
Perjuangan itu dilakukan, diberbagai aspek antara
lain pendidikan, kesehatan, dakwah, sosial, politik hingga teknologi.
Setidaknya ada dua cara yang dilakukan oleh para ulama dalam
menumbuhkembangkan ajarannya yaitu sebagai berikut :
a.
Membentuk kader-kader ulama yang akan bertugas
sebagai mubalig ke daerah-daerah yang lebih luas.
b.
Melalui karya-karya tulisan yang tersebar dan dibaca
di seluruh Nusantara. Karya-karya itu mencerminkan perkembangan pemikiran dan
ilmu-ilmu agama di Indonesia pada masa itu.
Ilmuwan-ilmuwan muslim di Indonesia tersebut, antara
lain :
a.
Hamzah Fansuri (sufi) dari Sumatera Utara. Karyanya
yang berjudul Asrar Al Arifin fi Bayan ila Suluk wa At Tauhid.
b.
Syamsuddin As Sumatrani dengan karyanya berjudul
Mir’atul Mu’min (Cermin Orang Beriman).
c.
Nurrudin Ar Raniri, yaitu seorang yang berasal dari
India keturunan Arab Quraisy Hadramaut. Karya-karyanya meliputi ilmu fikih,
hadis, akidah, sejarah, dan tasawuf yang diantaranya adalah As Sirat Al
Mustaqim (hukum), Bustan As Salatin (sejarah), dan Tibyan fi Ma’rifat Al
Adyan (tasawuf).
d.
Abdul Muhyi yang berasal dari Jawa. Karyanya adalah
kitab Martabat Kang Pitu (Martabat yang Tujuh).
e.
Sunan Bonang dengan karyanya Suluk Wijil
f.
Ronggowarsito dengan karyanya Wirid Hidayat Jati
g.
Syekh Yusuf Makasar dari Sulawesi (1629-1699 M).
Karya-karyanya yang belum diterbitkan sekitar 20 buah yang masih berbentuk
naskah.
h.
Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari (1812 M) seorang
ulama produktif yang menulis kitab sabitul Muhtadil (fikih).
i.
Syekh Nawawi Al Bantani yang menulis 26 buah buku
diantaranya yang terkenal Tafsir Al Muris
j.
Syekh Ahmad Khatib dari Minangkabau (1860-1916 M)
2. Arsitektur Bangunan
Indonesia yang terdiri dari ribuan
pulau memiliki penduduk yang juga terdiri dari beragam suku, bangsa, adat,
kebiasaan dan kebudayaan masing-masing. Oleh karena itu perbedaan latar
belakang tersebut, arsitektur bangunan-bangunan Islam di Indonesia tidak sama
antara satu tempat dengan tempat yang lainnya. Beberapa hasil seni bangunan
pada masa pertumbuhan dan perkembangan Islam di Indonesia antara lain.
Masjid-masjid kuno di Demak, Sandang Duwur Agung di Kasepuhan Cirebon, Masjid
Agung Banten dan Masjid Baiturahman di Aceh.
Beberapa masjid masih memiliki
seni masih memiliki seni bangunan yang menyerupai bangunan merupai pada zaman
Hindu. Ukiran-ukiran pada mimbar, hiasan lengkung pola kalamakara, mihrab dan
bentuk mastaka atau memolo menunjukkan hubungan yang erat dengan kebudayaan
agama Hindu, seperti Masjid Sendang Duwur.
C. Peranan
Umat Islam pada Masa Penjajahan, Masa Kemerdekaan dan Masa Perkembangan
1.
Masa
penjajahan
Jauh sebelum Belanda masuk ke
Indonesia, sebagian besar masyarakat Nusantara telah memeluk agama Islam yang
ajarannya penuh kedamaian, saling menghormati, dan tidak bersikap buruk
sangka terhadap bangsa asing. Semula bangsa asing seperti Portugis dan Belanda
datang ke Indonesia hanya untuk berdagang, tetapi dalam perkembangan
selanjutnya niat itu berubah menjadi keinginan untuk menjadikan Indonesia
sebagai koloni di bawah kekuasaan dan jajahannya. Portugis berhasil meluaskan
wilayah dagangnya dengan menguasai Bandar Malaka di tahun 1511 sehingga
akhirnya mereka dapat masuk ke Maluku, Ternate dan Tidore.
Portugis juga mematikan aktivitas
perdagangan kaum muslim Indonesia di daerah lainnya seperti Demak. Pada tahun
1527 M, Demak di bawah pimpinan Fatahillah berhasil menguasai Banten. Banten
dan Aceh kemudian menjadi pelabuhan yang ramai menggantikan Bandar Malaka.
Dilandasi semangat tauhid dan
hasil pendidikan yang diperoleh dari pesantren menyebabkan semakin
bertambahnya kader pemimpin dan ulama yang menjadi pengayom masyarakat. Kaum
bangsawan dan kaum adat yang semula tidak memahami niat para ulama untuk
mempertahankan Indonesia dari cengkeraman penjajah secara perlahan bersatu
padu untuk mempertahankan Nusantara dari ekspansi Belanda.
Contoh perlawanan yang dilakukan oleh tokoh-tokoh tersebut antara lain:
i.
Tuanku Imam Bonjol melalui Perang Paderi (1821-1837)
di Sumatera Barat.
ii.
Pangeran Diponegoro (1815-1838) melalui Perang
Diponegoro di Jawa Tengah.
iii.
Perang Aceh (1873-1904) di bawah pimpinan Panglima
Pilom, Teuku Cik Ditiro, Teuku Umar, dan Cut Nyak Din.
2.
Masa
Kemerdekaan
Umat Islam
kemudian mengganti perjuangannya melawan penjajahan dengan strategi atau
jalan mendirikan organisasi-organisasi Islam yang diantaranya sebagai berikut
:
a. Syarikat Dagang Islam
Syarikat
Dagang Islam yang kemudian berubah menjadi Syarikat Islam berdiri pada tahun
1905 dipimpin oleh H. samanhudi, A.M. Sangaji, H.O.S. Cokroaminoto dan H.
Agus Salim. perkumpulan ini berdiri dengan maksud untuk meningkatkan taraf
hidup bangsa ndonesia, terutama dalam dunia perniagaan.
b. Jam’iatul Khair
Berdiri
pada tahun 1905 M di Jakarta adalah pergerakan Islam yang pertama di pulau
Jawa. Anggotanya kebanyakan keturunan (peranakan) Arab.
c. Al Irsyad
Al Irsyad
adalah organisasi Islam yang didirikan tahun 1914 M oleh para pedagang dan
ulama keturunan Arab, seperti Syekh Ahmad Sorkali.
d. Perserikatan Ulama
Gerakan
modernis Islam yang berdiri pada tahun 1911 M oleh Abdul Halim dan berpusat
di Majalengka Jawa Barat. Organisasi ini diakui keberadaannya oleh Belanda
tahun 1917 dan bergerak dibidang ekonomi dan sosial, seperti mendirikan panti
asuhan yatim piatu pada tahun 1930 M.
e. Muhammadiyah
Muhammadiyah
didirikan di Yogyakarta 18 November 1912 oleh KH. Ahmad Dahlan bertepatan
tanggal 8 Zulhijah 1330. Muhammadiyah bukan merupakan partai politik, tetapi
gerakan Islam yang bergerak dalam bidang sosial dan pendidikan.
f.
Nahdatul
Ulama
Didirikan
pada bulan Januari 1926 oleh KH. Hasyim Asy’ari yang bertujuan membangkitkan
semangat para ulama Indonesia dengan cara meningkatkan dakwah dan pendidikan
karena saat itu Belanda melarang umat Islam mendirikan sekolah-sekolah yang
bernafaskan Islam seperti Pesantren.
3. Masa Perkembangan
Di masa perkembangan atau setelah memperoleh kemerdekaan, umat Islam juga memiliki peranan yang sangat penting dalam upaya memajukan bangsa dan negara. Peran-peran tersebut antara lain dilakukan melalui hal-hal sebagai berikut.
a. Membentuk Departemen Agama
Tujuan dan fungsi Departemen Agama dirumuskan
sebagai berikut:
1)
Mengurus serta menuntut pendidikan agama di
sekolah-sekolah serta membimbing perguruan-perguruan agama.
2)
Mengikuti dan memperhatikan hal-hal yang bersangkutan
dengan agama dan keagamaan.
3)
Memberi penerangan dan penyuluhan agama.
b. Di Bidang Pendidikan
Salah satu bentuk pendidikan Islam tertua di Indonesia adalah pesantren yang tersebar di berbagai pelosok daerah. Lembaga ini dipimpin oleh seorang kyai dan saat ini sudah banyak muncul pesantren yang bersifat modern. Artinya, pendidikan Islam tersebut memiliki kurrikulum dan jenjang-jenjang pendidikan mulai dari tingkat dasar (ibtidaiyah), menengah (tsanawiyah), dan tingkat atas (aliyah), bahkan sampai ke tingkat perguruan tinggi, seperti Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) dan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) yang sekarang telah menjadi Universitas Islam Negeri (UIN).
c. Majelis Ulama Indonesia
Selain Departemen Agama, pemerintah Indonesia juga mendirikan Majelis Ulama Indonesia (MUI), yaitu suatu wadah kerja sama antara pemerintah dan ulama dalam urusan keorganisasian, khususnya agama Islam. Majelis Ulama Indonesia bergerak dalam bidang dakwah dan pendidikan. Majelis Ulama Indonesia (MUI) pusat berdiri pada bulan Oktober 1962 yang memiliki tujuan awal antara lain sebagai berikut : 1) Pembinaan mental dan agama bagi masyarakat. 2) Ikut ambil bagian dalam penyelenggaraan revolusi dan pembangunan semesta berencana dalam rangka demokrasi terpimpin.
D. Hikmah Sejarah Perkembangan Islam di Indonesia
Setelah
memahami bahwa perkembangan Islam di Indonesia memiliki warna atau ciri yang
khas dan memiliki karakter tersendiri dalam penyebarannya, kita dapat
mengambil hikmah, diantaranya sebagai berikut:
1.Islam membawa ajaran yang berisi
kedamaian.
2.Penyebar ajaran Islam di Indonesia
adalah pribadi yang memiliki ketangguhan dan pekerja keras.
3. Terjadi akulturasi budaya antara
Islam dan kebudayaan lokal meskupin Islam tetap memiliki batasan dan secara
tegas tidak boleh bertentangan dengan ajaran dasar dalam Islam.
E. Manfaat dari Sejarah Perkembangan Islam di Indonesia
Banyak
manfaat yang dapat kita ambil untuk dilestarikan diantaranya sebagai berikut:
1.Kehadiran para pedagang Islam yang
telah berdakwah dan memberikan pengajaran Islam di bumi Nusantara turut
memberikan nuansa baru bagi perkembangan pemahaman atas suatu kepercayaan
yang sudah ada di nusantara ini.
2.Hasil karya para ulama yang berupa
buku sangat berharga untuk dijadikan sumber pengetahuan.
3.Kita dapat meneladani Wali Songo
telah berhasil dalam hal-hal seperti berikut.
a. Menjadikan
masyarakat gemar membaca dan mempelajari Al Quran.
b. Mampu membangun masjid sebagai tempat ibadah dalam berbagai bentuk atau arsitektur hingga ke seluruh pelosok Nusantara
4.Mampu memanfaatkan peninggalan
sejarah, termasuk situs-situs peninggalan para ulama, baik berupa makam,
masjid, maupun peninggalan sejarah lainnya.
5.Seorang ulama atau ilmuwan
dituntut oleh Islam untuk mempraktikkan tingkah laku yang penuh keteladanan
agar terus dilestarikan dan dijadikan panutan oleh generasi berikutnya.
6.Para ulama dan umara bersatu padu
mengusir penjajah meskipun dengan persenjataan yang tidak sebanding.
F.
Perilaku
Penghayatan Sejarah Perkembangan Islam di Indonesia
Ada beberapa perilaku yang merupakan cerminan dari penghayatan terhadap manfaat yang dapat diambil dari sejarah perkembangan Islam, yaitu antara lain sebagai berikut:
1.
Berusaha menjaga persatuan dan kerukunan antaraumat beragama, saling menghormati,
dan tolong menolong.
2. Menyikapi kejadian masa lalu dengan sikap sabar dan tetap meyakini bahwa setiap kejadian pasti ada hikmahnya. 3. Sumber ilmu pengetahuan yang berupa karya tulis dari para ulama hendaknya terus digali atau dipelajari dan dipahami maksudnya.
G. Kesimpulan
Pada abad
ke-1 hingga ke-7 M, pelabuhan-pelabuhan penting di Sumatra dan Jawa sering
disinggahi pedagang asing, seperti Pelabuhan Lamuri (Aceh), Barus dan
Palembang di Sumatra serta Pelabuhan Sunda Kelapa dan Gresik di Jawa
DAFTAR
PUSTAKA
|
http://mklh6sejarahperkembanganislam.blogspot.com/